18 Teman Baru untuk Bertugas

Sunday, January 14, 2007

“Tapi... kata Ayah tugasku sudah dimulai hari ini.”

“Selalu begitu. Ayah selalu mengatakan hal yang sama kepada semua malaikat baru. Tapi maksud Ayah sebenarnya adalah bahwa kau memang sudah seharusnya berkeliling lebih dulu.”

“Kenapa?”

“Agar kau tahu seperti apa keadaan di bumi, lalu menemukan tempat di mana kau akan bertugas. Dan aku yakin, kau sudah menemukannya, kan?!”

“Aku tidak tahu apakah tempat itu yang kau maksud. Tapi aku sudah menemukan satu desa, yang indaaaahhhh...sekali.”

“Memang itu maksudku. Coba katakan, seperti apa desa itu.”

“Semuanya penuh dengan warna-warni, tidak seperti tempat lain di bumi. Desa itu tidak terlalu besar, tapi ada puri dan air terjunnya.”

Nero tersenyum, “Coba kutebak. Pasti air terjunnya berwarna-warni, juga rumah penduduk, dan semua tanamannya. Dan yang pasti, ada mangga raksasa berwarna hijau yang lucu di dekat dengan sungai dan air terjun.”

Jaune membelalakkan matanya dan segera bangun. Ia tidak menduga bahwa Nero bisa menceritakan apa yang memang dilihatnya tadi.

“Kau tahu desa itu?”

”Tentu saja. Desa kaum Volk, kan?!”

“Kaum Volk?”

“Ya.”

“Apa itu kaum Volk?”

“Wah... aku tidak akan menceritakannya kepadamu, karena akan menjadi suatu kejutan yang besar untukmu.”

“Kejutan apa lagi?”

“Kejutan yang sangat besar.”

“Kenapa tidak kau katakan saja sekarang, Nero? Tidak akan ada bedanya kan, jika kau menceritakannya sekarang atau nanti?!”

”Jelas berbeda. Akan lebih baik kalau kau mengetahuinya sendiri nanti, daripada harus mendengarnya dariku.”

”Ah, kenapa sih semua senang sekali dengan kejutan?! Kemarin Ayah, hari ini kau, besok siapa lagi?! Tidak bisakah kalian berhenti memberikan kejutan?!”

Nero tertawa, lalu mulai mengepakkan sayapnya, “Kenapa kau tidak menyukainya? Bukankah kejutan-kejutan seperti itu yang membuat hidup kita di sini jadi menyenangkan?!”

“Aku tidak sabar kalau harus menunggu seperti ini, Nero. Aku ingin segera melihatnya. Bisakah aku pergi sekarang saja?!”

“Tentu saja tidak. Tugasmu hari ini sudah berakhir. Dan sekarang giliran malaikat lain yang bertugas.”

Jaune kembali merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia merasa tidak sabar kalau harus menunggu hari ini benar-benar berakhir, sampai besok ia kembali bertugas ke bumi.

“Nero, apakah besok akan ada malaikat lain yang bertugas di desa Volk itu denganku?”

“Tentu saja.”

“Siapa?”

“Zahn.”

“Zahn? Yang sayapnya paling besar itu?”

“Iya.”

“Zahn yang punya rambut panjang itu?”

“Zahn yang mana lagi? Tidak ada Zahn yang lain, Jaune.”

“Hanya dia saja, atau ada malaikat lain lagi yang akan menemani?”

“Acker dan Lufte juga akan menemanimu.”

Jaune menghela napasnya.

Tidak ada satupun dari nama yang disebutkan Nero, dikenalnya. Ia memang pernah mendengar nama mereka, tapi ia tidak pernah dekat dengan mereka, sebagaimana hubungannya dengan Gai dan Gros.

“Mengapa Ayah tidak menugaskan Gai, Gros, atau kau saja untuk menemaniku? Aku kan tidak kenal dengan mereka itu.”

“Jaune, kau tidak akan selalu bertugas denganku, atau Gai, atau Gros, atau bahkan mereka bertiga. Begitu juga semua malaikat yang lain. Mereka akan saling bergantian menemani yang lain. Ayah sudah mengatur semua daftar tugas. Jadi tidak usah khawatir, suatu saat kau juga pasti akan bertugas dengan kami.”

“Kenapa tidak sekarang saja?”

Nero tersenyum sambil mengangkat bahu, “Hanya Ayah yang tahu, Jaune.”

“Menurutmu, apakah aku akan bisa menjalankan tugasku dengan mereka?”

“Mungkin tidak mudah, karena kau baru akan mengenal mereka besok. Tapi aku yakin, kau pasti bisa.”

“Apakah mereka juga mengenalku?”

Lagi-lagi Jaune tersenyum, “Siapa yang tidak mengenalmu? Jaune, si malaikat kecil berusia enam tahun yang sudah mulai bertugas. Tentu saja mereka mengenalmu! Semua malaikat hadir saat kau diberikan sayap oleh Ayah.”

Jaune mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Baiklah, Nero. Aku akan bertugas besok.”

“Sekarang tidurlah. Kau akan membutuhkan banyak tenaga untuk tugasmu esok.”

Tapi pada akhirnya, justru Nero yang lebih dulu terlelap.

Jaune masih belum bisa memejamkan matanya sedikitpun. Dadanya terlalu berisik dan berdebar-debar menanti apa yang akan dihadapinya di desa Volk esok hari.