29 Belajar Ilmu Sihir

Wednesday, March 19, 2008

Jaune merasa sangat malu sekali. Ia pun cepat-cepat berdiri, dan membersihkan pakaiannya, “Mi scuzi, Frau. (baca: Maafkan saya, Frau.)”

Frau Schön terkejut mendengarnya, “Parla lei Italiano? (baca: Kau bisa berbahasa Itali?)” tanya Frau Schön.

Belum pernah ia mendengar ada anak Volk seusia itu dapat berbicara Bahasa Italia. Selama ini, mereka hanya diajarkan Bahasa Jerman saja.

“Si, un poco, (baca: Iya, sedikit,)” jawab Jaune pelan.

Jaune kemudian langsung duduk di antara anak-anak lainnya, yang masih memandanginya dengan heran.

“Bahasa apa lagi yang kau kuasai, Woody?” tanya Frau Schön.

Jaune ragu sejenak, lalu menjawabnya, “Français and English.”

Frau Schön bukan main terkejutnya mendengar apa yang dikatakan Jaune, “Ah! Ceserait merveilleuex. (baca: Ah! Luar biasa.)”

Jaune tersipu mendengarnya, “Merci.”

Xoo mengangkat tangannya lagi. Frau Schön memandanginya, lalu meminta Xoo untuk berbicara.

“Woruber sprechen Sie? (baca: Apa yang sedang kalian bicarakan?)” tanyanya.

Frau Schön tersenyum mendengarnya.

“Entschuldigen Sie bitte,” kata Frau Schön, “Saya sedang menanyakan kepadanya, apakah dia dapat berbicara Bahasa Italia. Woody menjawab ya. Dan ia juga dapat berbahasa Prancis dan Inggris.”

Semua anak langsung terbelalak mendengarnya, “Jadi, Woody dapat berbicara Bahasa Italia, Perancis, dan Inggris?” tanya Xoo lagi.

Frau Schön mengangguk, membuat semua anak semakin kagum kepada Jaune. Jaune hanya tersipu saja.

Xoo langsung menghampiri Jaune. “Kau juga dapat berbicara bahasa Jerman? Benar-benar hebat!”

“Baiklah, kita mulai saja pelajarannya sekarang, kids. Kau juga, Woody,” kata Frau Schön.

Jaune hanya mengangguk dan mulai mengikuti pelajaran hari itu.

Entah mengapa, sepertinya suasana sekolah hari itu sangat berbeda dari biasanya. Mungkin kehadiran Jaune membawa pengaruh besar terhadap teman-temannya. Mereka semua sangat menyukai Jaune. Ia sangat ramah, baik hati, dan pandai.

Vann Thom memperhatikan Jaune dari kejauhan. Ia pun merasa sangat kagum dengan kemampuan Jaune, yang jauh melebihi apa yang diperkirakannya.

Hari itu Jaune bersama teman-temanya mempelajari cara mengambil gelas dan piring tanpa menyentuhnya, dan mendekatkannya ke tangan.

Setiap anak diperbolehkan mencobanya dengan menggunakan gelas dan piring yang disediakan Frau Schön. Gelas dan piring itu tidak akan pecah jika terjatuh. Semua sangat bersemangat mengikutinya, termasuk Jaune.

Beberapa kali, mereka menjatuhkan gelas dan piring itu, dan beberapa kali itu juga mereka harus mengulanginya hingga berhasil. Tentu saja semua mengulanginya, walau harus sampai lima-enam kali mencoba.

Namun hal itu tidak berlaku bagi Jaune. Hanya dengan sekali mencoba saja, Jaune sudah dapat memindahkan gelas dan piring itu hingga berada di tangannya. Sekali lagi, mereka semua dibuat terkejut oleh apa yang dilakukannya. Pujian pun diterimanya secara bertubi-tubi.

“Wah… kau hebat sekali!”

“Kau dapat memindahkannya hanya dengan sekali mencoba!”

“Kau luar biasa, Woody!”

“Aku harus belajar sepertimu.”

Jaune merasa sangat bangga menerima semua pujian itu. Namun ia juga tahu bahwa keberhasilannya itu hanya itu hanya karena ia adalah seorang malaikat, bukan karena ia memperhatikan bagaimana Frau Schön mengajarinya.

Waktu berlalu tanpa terasa, dan semua anak sudah berhasil menguasai ilmu yang baru mereka pelajari itu.

Mereka semua selalu merasa senang mengikuti pelajaran Frau Schön. Begitu juga dengan Jaune. Ia senang sekali karena hari ini ia dapat menunjukkan kehebatannya kepada teman-temannya, dan berhasil membuat mereka semua begitu kagum.

“Kalian dapat pulang sekarang. Amusieren Sie sich gut!” kata Frau Schön.

“Vielen Dank. Auf Wiedersehen!” kata mereka semua.

“Auf Wiedersehen.”

Jaune meninggalkan sekolah bersama Vann Thom yang sudah menunggunya semenjak mereka baru memulai pelajaran tadi.

Jaune tampak senang sekali. Vann Thom yang melihat wajah Jaune yang begitu cerah menjadi senang juga.

“Jadi, bagaimana sekolahmu hari ini? Apakah kau menyukainya?” tanya Vann Thom.

“Tentu saja! Aku sangat menyukainya. Aku sangat menyukai belajar ilmu sihir. Aku sangat menyukai teman-temanku. Aku juga sangat menyukai Frau Schön. Mereka semua sangat baik padaku,” sahut Jaune.

“Kau tentu merasa sangat senang karena kau telah berhasil memindahkan gelas dan piring itu, kan?!”

“Tentu saja.”

Jaune melanjutkan jalannya dengan wajah yang ceria.

“Vann Thom, apakah kita bisa mampir sebentar ke rumah mango?”

Vann Thom mengerutkan keningnya, “Ke rumah mango? Apa yang akan kau lakukan disana, Woody?”

“Aku akan mengunjungi Wizard. Aku akan mengatakan kepadanya bahwa aku berhasil hari ini. Aku juga akan memberitahu Draco. Mereka pasti senang mendengarnya.”

Vann Thom menghela napasnya, lalu tersenyum, “Woody, kau baru saja selesai bersekolah. Kita seharusnya kembali dulu ke istana untuk makan siang. Setelah itu aku akan mengantarmu ke rumah mango.”

Jaune cemberut, “Ah, Vann Thom sebentar saja. Aku hanya ingin memberitahukan mereka, lalu aku akan pulang.”

“Sebaiknya nanti saja. Dan tahukah kau, bahwa siang hari seperti ini adalah waktunya istirahat. Wizard dan Draco pasti sedang tidur siang. Kau akan mengganggu mereka dengan kedatanganmu.”

Jaune tidak menjawabnya, masih tetap cemberut.

Vann Thom tersenyum lagi, “Woody kau juga harus istirahat. Nanti setelah kau bangun lagi dan mandi, aku akan mengantarmu. Teman-temanmu juga pasti akan ke sana untuk bermain dengan Draco.”

Mendadak wajah Jaune berubah gembira, “Sungguh? Teman-temanku akan datang ke sana juga?”

“Ya.”

“Baiklah. Aku sekarang akan pulang dan makan. Lalu aku akan tidur siang. Nanti aku akan ke sana setelah mandi.”

“Nah, begitu.”

Mereka pun akhirnya kembali ke istana.

28 Hari Pertama Bersekolah

Sunday, March 09, 2008

Dengan riangnya, Jaune berjalan menggandeng tangan Vann Thom. Sesekali sambil melompat-lompat, membuat rambut jabriknya bergerak-gerak ditiup angin.

Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah. Vann Thom akan mendaftarkannya menjadi murid di sekolah yang sama dengan teman-teman Jaune.

Sejak semalam, Jaune telah mempersiapkan apa saja yang akan dibawanya untuk belajar di sekolah. Semua perlengkapan dimasukkannya ke dalam tas coklat yang terbuat dari jerami, yang baru saja diberikan Kaisar. Pakaiannya pun telah dipersiapkan agar ia tidak perlu repot lagi mencari pakaian mana yang akan dikenakannya dan harus menyeterikanya terlebih dahulu sesaat setelah bangun pagi.

Jaune sudah membayangkan bahwa hari ini akan menjadi sangat menyenangkan. Ia sudah merencanakan banyak hal untuk menghabiskan waktunya seharian.

Yang pasti dari pagi hingga siang hari, ia akan menghabiskan waktunya di sekolah untuk belajar dan bermain bersama dengan teman-temannya.

“Vann Thom, sekolah itu tempatnya seperti apa?” tanya Jaune dalam perjalanan mereka.

“Tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.”

“Seperti istana?”

Vann Thom tersenyum, “Tentu saja tidak.”

“Bagaimana dengan rumah mango?”

Vann Thom tampak berpikir sejenak, “Mmm... ya, kira-kira sebesar itulah.”

“Wah… pasti menyenangkan sekali! Lalu, siapa guruku?”

“Kau akan menemui guru yang berbeda setiap harinya, karena kau akan belajar mengenai hal yang juga berbeda setiap harinya.”

“Kalau hari ini, apa yang akan aku pelajari?”

Vann Thom hampir tidak dapat menahan diri untuk terus tersenyum. Anak kecil di hadapannya itu mulai banyak bertanya.

“Hari ini kau akan bertemu dengan Frau Schön. Dia akan mengajarimu ilmu sihir dan sulap.”

“Frau Schön? Seperti apakah dia?”

Vann Thom tersenyum. Benar juga yang dikatakan Kaisar. Anak ini sepertinya terlalu pandai, terlalu ingin mengetahui segala hal. Mungkin ia pun juga akan menyelesaikan sekolahnya lebih cepat daripada teman-teman seusianya.

“Akan lebih baik jika kau melihatnya sendiri, Woody. Akan menghilangkan kejutannya jika aku mengatakannya sekarang.”

Mata Jaune membulat. Ia pun tersenyum, “Bagaimana kau tahu aku suka sekali kejutan? Baiklah, mungkin memang sebaiknya kau tidak memberitahuku. Aku harus melihatnya sendiri.”

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah.

Saat Jaune dan Vann Thom tiba di sekolah, ternyata anak-anak lain sudah ada di situ. Mereka sedang duduk di atas rumput seperti biasanya, menghadap ke satu arah di mana terletak suatu papan hitam yang besar sekali. Mereka sedang menunggu kedatangan Frau Schön.

Saat mereka melihat Jaune, seketika wajah mereka pun berseri-seri. Satu-persatu menghampiri Jaune.

“Hai, Woody! Kau benar-benar ikut bersekolah dengan kami?”

“Woody! Pasti hari ini akan menyenangkan!”

“Kau pasti akan bergabung bersama dengan kami, kan?!”

“Kau datang ke tempat yang tepat, Wood!”

“Aku tidak menyangka kau akan mulai bersekolah secepat ini!”

“Selamat datang, Woody.”

Dan berbagai komentar serupa dilontarkan saat mereka menghampiri Jaune. Jaune tampak senang sekali. Ia merasa disukai oleh teman-temannya. Jaune yakin, ia akan sangat menikmati keberadaannya di situ.

Tak berapa lama, Frau Schön datang dan menghampiri mereka semua. Tiba-tiba saja, kerumunan itu terkuak, dan semua anak langsung kembali duduk di tempatnya semula.

“Gutten morgen, kids! (baca: Selamat pagi, anak-anak)”

“Gutten morgen, Frau Schön.”

Frau Schön nampak senang sekali hari ini. Wajahnya luar biasa cerah.

“Bitte, Xoo? (baca: Ada apa, Xoo?)”

Anak yang disebutkan namanya pun menurunkan tangannya. Ia sedikit bingung, hendak menjawab dengan bahasa apa.

Frau Schön yang menyadari hal itu segera tersenyum, “Kau boleh menjawab dengan bahasa apa saja yang kau suka, Xoo.”

Xoo bernapas lega, “Terima kasih, Frau. Aku ingin memberitahu bahwa ada murid baru yang akan bergabung bersama dengan kita di sini.”

Frau Schön yang mendengar pernyataan Xoo langsung membelalakan matanya dengan terkejut, “Murid baru? Bersama dengan kita? Apakah dia sudah ada di sini?”

Xoo mengangguk lalu menunjuk ke arah Jaune, yang masih berdiri agak jauh dari tempat mereka berada. Pandangan mata Frau Schön mengikuti gerak tangan Xoo.

Dilihatnya Jaune yang berdiri di dekat pohon bersama dengan Vhann Thom. Frau Schön yang sudah mengenal siapa Vann Thom, mendadak terkejut.

“Vann Thom? Siapa yang kau bawa bersamamu itu? Anakmukah?”

Vann Thom tersenyum, “Tentu saja bukan, Frau. Dia adalah anak Sabato. Anak ini sekarang tinggal bersama Kaisar Nikolai di istana.”

“Anak Sabato? Aku tidak pernah mengetahui bahwa Sabato memiliki tocter (baca: anak perempuan) yang begitu cantik.”

Jaune tersipu mendengarnya.

Vann Thom melanjutkan lagi, “Mulai hari ini, ia akan bergabung dalam kelasmu dan kelas-kelas yang lain. Kuharap kau bersedia membantunya.”

“Ja, naturlich (baca: Ya, tentu saja). Aku merasa senang sekali. Aku pasti akan membantunya.”

“Baiklah kalau begitu, aku serahkan dia kepadamu. Aku menunggunya di sini.”

Perlahan Jaune berjalan mendekati Frau Schön. Ia tampak sedikit kaku dan takut. Frau Schön memandanginya sambil tersenyum. Jaune menyadari bahwa semua mata sedang tertuju padanya, membuat dirinya semakin gemetaran karena gugup. Saking gugupnya, Jaune tidak melihat ada batu dihadapannya, dan ia jatuh tersandung.

27 Hari Sudah Malam

Wednesday, March 05, 2008

Terkejutlah Jaune saat melihat api yang keluar dari mulut Draco. Api itu tidak berwarna merah seperti api yang selalu dilihatnya. Api itu berwarna hijau, seperti warna tubuh Draco. Ranting pohon yang jatuh, yang baru saja disemburi api oleh Draco, berubah menjadi abu yang juga berwarna hijau.

“Wah… apinya berwarna hijau, bagus sekali. Abunya juga berwarna hijau. Bagaimana kau dapat membuat semua itu, Draco?”

“Aku juga tidak tahu, Woody. Sejak dulu, api yang kukeluarkan berwarna hijau. Kecuali saat aku baru saja menetas sampai umurku sepuluh tahun, apiku masih berwarna kuning. Dan tahukah kau, bahwa abu hijau itu dapat menjadi pupuk yang berguna untuk membuat tanaman menjadi subur?!”

“Oh ya?! Wah… hebat sekali!”

Kaisar Nikolai berdiri dari duduknya. Ia harus mengajak Jaune beranjak dari situ sebelum malam, walaupun sebenarnya ia tidak ingin menyudahi kegembiraan Jaune yang tengah berbincang dengan Draco.

“Woody, sepertinya kita harus pergi dari sini sebelum malam.”

“Tapi aku masih ingin berada di sini bersama Draco, Kaisar.”

“Jangan sedih. Besok kau bisa menemuiku lagi di sini. Mungkin aku bisa menemanimu berenang di danau. Dan kau juga bisa mengajak semua teman-temanmu untuk ikut berenang bersama kita. Bagaimana?” kata Draco sambil menjulurkan kepalanya ke arah Jaune.

“Sungguh?”

Draco mengangguk, “Sungguh.”

Jaune kembali tersenyum, “Baiklah. Sekarang aku pergi dulu, Draco. Besok aku akan kembali bersama teman-temanku.”

“Baiklah.”

“Sampai jumpa, Draco,” kata Kaisar.

“Daaagg, Draco,” seru Jaune.

Mereka berdua pun meninggalkan Draco. Draco kembali menyelam ke dalam danau sambil tersenyum.

“Sekarang, kita akan ke mana lagi Kaisar?” tanya Jaune di tengah perjalanan mereka.

“Sebaiknya kita pulang saja. Hari sudah sore, dan sebentar lagi malam tiba. Kau harus beristirahat.”

“Agar besok bisa bermain dengan Draco.”

“Tentu saja. Tapi sebelum kau bermain dengan Draco, Vann Thom akan mengantarmu untuk mendaftarkan diri di sekolah. Kau akan mulai bersekolah besok.”

Jaune terbelalak, “Besok?? Wah… aku sudah tidak sabar bertemu dengan teman-teman di sekolah! Pasti sangat menyenangkan! Tapi tunggu… siapa itu Vann Thom?”

“Vann Thom adalah asistenku, mmm… seperti… kau bisa menganggapnya teman baikku. Ia selalu mendampingiku setiap saat. Tapi mulai besok, ia akan menemanimu ke manapun kau akan pergi. Sekaligus menjadi pengawalmu juga.”

Jaune menggelengkan kepalanya, “Tidak, tidak. Sepertinya aku tidak membutuhkan pengawal, Kaisar. Rasanya pasti tidak enak, melihat ada orang yang terus ada di belakangku yang mengenakan seragam, memegang tombak, lalu ke mana-mana pasti akan mengikutiku.”

Kaisar tersenyum, “Baiklah, mungkin sebaiknya kita tidak menyebut Vann Thom sebagai pengawal. Bagaimana kalau… teman terbaikmu, sahabatmu, yang akan menemanimu setiap saat?!”

“Hmm... terdengar lebih baik. Tapi bagaimana denganmu, Kaisar? Siapa yang akan menggantikan Vann Thom untukmu?”

Kaisar tersenyum, “Tidak perlu khawatir, Woody. Masih ada Quilt yang akan menemaniku.”

“Mmm… Baiklah kalau begitu.”

Mereka berdua pun tiba di dalam istana ketika senja semakin gelap.

“Kaisar, apakah sekolahku di sini akan sama seperti sekolahku di negeri seberang?”

“Kau tahu… sekolah adalah tempat di mana kau belajar banyak hal. Di sini kau akan belajar berkebun, memelihara binatang, menggambar, menulis, dan jika kau termasuk salah satu yang berbakat, kau juga bisa belajar ilmu sihir.”

“Ilmu sihir? Seperti Wizard?”

“Tentu saja ilmu sihir yang akan kau pelajari tidak akan sama seperti sihir yang dimiliki Wizard. Kau akan mempelajari ilmu sihir yang lebih sederhana.”

“Seperti apa?” Jaune tidak dapat lagi menyembunyikan ketertarikannya.

“Hmm… memindahkan barang-barang kecil, seperti gelas, piring, atau yang lainnya, tanpa harus menyentuhnya.”

“Wah… pasti akan sangat menyenangkan! Aku janji, aku pasti akan belajar dengan rajin, akan mempelajari ilmu sihir dengan baik. Aku ingin menjadi seperti Wizard.”

Kaisar tersenyum, “Nah, sekarang kembalilah ke kamarmu dan mandi. Aku akan menunggumu di ruang makan untuk makan malam.”

“Baiklah, Kaisar.”