17 Mengecewakan Ayah

Tuesday, January 09, 2007

Jaune tengah duduk di tepi tempat tidurnya dengan gelisah. Sesekali ia duduk, kemudian berdiri dan berjalan mengelilingi kamar. Hal itu dilakukannya berulang-ulang, membuat Nero menjadi pusing karena terus melihatnya.

“Jaune, bisakah kau duduk diam saja?”

Jaune berdiri lagi, lalu berjalan, “Tidak.”

Nero yang semula berbaring pun ikut berdiri, “Aku pusing melihatmu berjalan berputar-putar seperti itu.”

“Ya kalau begitu jangan melihatku!” sahut Jaune ketus.

“Jangan marah begitu. Aku kan tidak bermaksud jahat.”

Jaune menghampiri Nero. Didekatkannya wajahnya dengan wajah Nero, hingga hanya berjarak dua ruas jari saja. Nero yang melihatnya menjadi bingung. Tiba-tiba saja, Jaune menjulurkan lidahnya dan membelalakkan matanya.

Nero hampir saja terjatuh karena terkejutnya.

“Jaune!!! Apa yang kau lakukan???” seru Nero.

Dan saat itu juga, Jaune mengangkat tubuh Nero tinggi-tinggi. Belum hilang rasa terkejutnya akibat juluran lidah dan belalakan mata Jaune, kini ia masih harus merasa terkejut lagi dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu.

Jaune kemudian merebahkan dirinya di atas tempat tidur dengan masih memegang Nero di tangannya.

“Lepaskan aku!” teriak Nero.

Jaune semula mengacuhkannya.

Namun karena melihat Nero yang tampaknya benar-benar kesal, ia pun meletakkan Nero kembali ke atas tempat tidur, di sampingnya.

“Aku bingung, Nero,” katanya kemudian.

“Ceritakanlah padaku.”

“Sepertinya, hari aku telah membuat Ayah merasa kecewa sekali.”

Nero berjalan ke atas kepala Jaune, lalu menjulurkan kepalanya, hingga Jaune dapat melihat wajah Nero dengan jelas, tepat di depan matanya.

“Apa yang membuatmu berpikir begitu?”

“Kau tahu, aku telah gagal hari ini?”

“Gagal?”

“Ya. Aku telah gagal, karena aku tidak melakukan tugasku dengan baik. Aku tidak membantu seorang manusia pun hari ini. Dan Ayah pasti kecewa karenanya.”

“Tidak. Bukan begitu. Ayah tidak pernah merasa kecewa jika ada malaikat yang gagal melakukan tugasnya. Terlebih lagi, kau kan malaikat baru. Jadi, kalau kau bingung, ya itu wajar saja.”

“Iya, memang. Aku bingung sekali. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan.”

“Kau bukan malaikat pertama yang merasa begitu, Jaune. Ketika Gai dan Gros pertama kali bertugas, mereka juga sama saja sepertimu. Mereka juga tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.”

“Lalu, bagaimana?”

“Mereka terus mencoba, sampai akhirnya berhasil mengalahkan musuh mereka.”

“Tapi kan usia mereka sudah lebih tua dariku saat itu. Pasti tidak sulit bagi mereka untuk mengerti. Mungkin Ayah telah salah karena memberiku sayap ini saat aku berulang tahun kemarin.”

Nero tersenyum, “Ayah tidak mungkin melakukan kesalahan. Ayah selalu mengambil keputusan dengan tepat. Kalau Ayah memberimu sayap saat usiamu enam tahun, berarti Ayah sangat mempercayaimu. Ayah tahu bahwa kau dapat melakukan tugasmu dengan baik, bahkan mungkin lebih baik daripada semua malaikat di sini.”

Jaune menghela napasnya.

“Mana mungkin. Akulah satu-satunya malaikat yang tidak bisa berbuat apa-apa sampai sekarang. Dan lagipula, aku adalah malaikat terkecil.”

“Jaune, menjadi yang paling muda bukan berarti menjadi yang paling tidak berdaya. Bukan berarti malaikat-malaikat lain selalu melakukan tugasnya lebih baik daripada kau. Bukan berarti mereka yang lebih berpengalaman selalu berhasil menyelesaikan semua masalah dengan baik. Kaulah yang bisa melakukannya.”

“Aku?” tanya Jaune heran, “Aku bisa menjadi lebih baik dari mereka? Kau ini ada-ada saja.”

“Apa yang salah dengan itu?! Dengar, selama ini, jika Ayah memberikan sayap kepada malaikat-malaikat baru yang belum mencapai sepuluh tahun, itu artinya bahwa malaikat itu adalah malaikat yang istimewa. Dan kaulah yang paling istimewa bagi Ayah.”

“Mengapa aku?”

“Aku tidak tahu. Aku hanya tahu bahwa selama ini belum pernah ada yang diberi sayap pada usia enam tahun.”

“Jika aku memang istimewa, mengapa aku tidak dapat menyelesaikan tugasku hari ini? Mengapa aku bahkan tidak menemukan manusia satu pun?”

“Karena besoklah hari pertamamu.”

“Tidak! Hari pertamaku adalah hari ini. Ayah sendiri yang mengatakannya kepadaku.”

Nero tersenyum lagi, “Hari ini memang hari pertamamu turun ke bumi. Tapi, hari ini bukan hari pertamamu bertugas.”