09 Ruang Penglihatan

Thursday, November 02, 2006

Bob pun akhirnya berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan keluar taman.

Gros mulai kebingungan, lalu menghampiri Bob lagi, “Bob, tunggulah sebentar lagi dan mamamu akan datang menjemputmu.”

“Terlalu lama jika aku terus menunggu. Lebih baik aku pulang, jadi aku akan makan malam lebih cepat,” ujar Bob kepada dirinya sendiri.

Makhluk itu tersenyum mencemooh ke arah Gros, membenarkan tindakan Bob. Ia berbisik lagi di telinganya, “Betul sekali. Kau sebaiknya pulang sekarang.”

Bob melanjutkan langkahnya keluar taman, diiringi sorak gembira si makhluk hijau. Gros tetap mengikuti langkah Bob dengan perasaan kesal sekali.

Gai menarik tangan Jaune, “Ayo. Kita ikuti mereka.”

“Tadi kau bilang bahwa kita harus diam di sini, bukan?!” tanya Jaune tidak mengerti.

“Jika kita berdiam diri saja di sini, kau tidak akan dapat melihat apa yang terjadi kemudian,” sahut Gai seraya menarik tangan Jaune. Mereka pun terbang mengikuti Gros pergi.

Sementara itu, Bob tetap mengukuhkan niatnya untuk pulang terlebih dahulu.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba muncul seekor anjing besar dengan suara menyeramkan. Ia terus saja menggonggong ke arah Bob dan mengejarnya. Bob berlari ketakutan, berusaha melepaskan diri dari kejarannya. Ia berlari sekuat tenaga menuju ke rumahnya.

Lagi-lagi Jaune berniat turun untuk menyelamatkan Bob. Namun, Gai mencegahnya.

Jaune kesal, “Gai, mengapa aku selalu tidak boleh membantu? Dia sedang dikejar anjing. Jika anjing itu menggigitnya...”

“Jaune, aku sudah mengatakannya kepadamu. Kita tidak boleh mencampuri urusan Gros. Dia pasti dapat menyelesaikan masalahnya sendiri,” kata Gai.

Jaune semakin kesal diperlakukan seperti itu. Jaune melepaskan tangan Gai dengan kasar, namun tetap berada di tempatnya.

“Lihatlah itu,” lanjut Gai sambil menunjuk ke arah Gros dan Bob.

Bob masuk ke rumahnya dengan terengah-engah. Ia mencari ibunya di dalam, namun ternyata ibunya tidak ada. Setelah beberapa saat ia menunggu, barulah ia menemukan ibunya yang baru datang.

“Mama ke mana saja? Mama bilang mau menjemputku,” isak Bob sambil memeluk ibunya. Masih belum hilang keterkejutan dan rasa takut Bob.

“Mama sudah mengatakan kepadamu untuk menunggu. Mama pasti akan menjemputmu, karena Mama sudah berjanji,” ujar ibunya seraya mengusap kepala Bob.

“Tapi mengapa Mama lama sekali? Aku coba untuk pulang sendiri, tapi malah dikejar anjing,” kata Bob.

“Sudahlah... Tidak apa-apa. Kau sudah di rumah sekarang. Bagaimana kalau kita makan malam saja?! Mama sudah menyiapkannya untukmu.”

Gros mengepakkan sayapnya, meninggalkan ibu dan anak itu. Ia mendekati Gai dan Jaune. Di belakang Gros, makhluk hijau itu mengikutinya. Jaune yang melihat itu mendadak ketakutan, lalu memeluk Gai erat-erat. Pelukannya bertambah erat seiring mendekatnya makhluk itu.

“Bagaimana? Hari ini aku menang, kan?!” tanya makhluk hijau itu kepada mereka semua.

Jaune semakin menggigil ketakutan mendengarnya. Ternyata, tidak hanya wajah dan penampilannya saja yang luar biasa buruk. Suaranya pun sungguh tidak enak untuk didengar.

“Tidak. Bukankah kau tidak berhasil membuat anjing itu menggigitnya?!” sahut Gros.

“Ya... kalau itu, bukan masalah. Yang pasti, anak kecil itu lebih memilih untuk lebih mendengarkan aku daripada kau!” katanya sambil tertawa terbahak-bahak dan meninggalkan mereka semua.

Jaune masih saja menggigil ketakutan. Ia tidak dapat menghapus bayangan makhluk hijau yang mengerikan itu dari benaknya.

“Aku mau pulang...” katanya mulai terisak.

Gros tersenyum, “Jaune, tugas kita belum selesai untuk hari ini. Yang tadi adalah tugas pertama, sementara yang lain masih menunggu untuk diselesaikan.”

Jaune menggelengkan kepalanya, “Tidak. Aku mau pulang saja,” lanjutnya lagi.

Makhluk hijau yang dilihatnya ternyata telah membuatnya terkejut luar biasa. Tubuhnya masih menggigil ketakutan.

Tiba-tiba, “Gai, Gros, antarkanlah Jaune pulang. Setelah itu, kalian dapat melanjutkan tugas kalian.”

“Baik, Ayah.”

Mereka bertiga pun terbang lagi menuju ke rumah. Jaune masih memegang tangan Gai dan Gros erat-erat. Sesekali ia menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat apakah makhluk hijau itu mengikutinya.

Setibanya kembali di rumah, Jaune langsung menghambur masuk ke kamar Ayah. Gai dan Gros mengikutinya dari belakang.

Ia langsung saja membuka pintu kamar Ayah, dan memeluknya begitu menemukan Ayah di sana. Ayah tersenyum melihat kedatangan Jaune.

“Baiklah, sekarang biarkanlah Jaune di sini untuk sementara bersama Ayah. Kalian kembalilah menyelesaikan tugas kalian,” ujar Ayah.

Mereka pun meninggalkan Ayah dan Jaune di sana, lalu menutup pintunya.

Ayah mengangkat tubuh Jaune yang masih menangis terisak-isak. Lalu membawa Jaune masuk ke sebuah ruangan lain, melalui sebuah pintu lain yang terletak di kamarnya.

Jaune terkejut bukan main saat mereka memasuki ruangan itu.

Ruangan berbentuk bola, yang pada dindingnya tersusun layar-layar berukuran kecil, entah berapa banyak jumlahnya. Di bagian tengah ruangan, terdapat suatu tempat duduk besar sekali. Di atas tempat duduk itu, ada sepuluh orang malaikat yang tengah memperhatikan layar-layar itu.

Tangis Jaune mereda seketika saat melihatnya. Ia mengusap air matanya cepat-cepat, lalu melepaskan diri dari Ayah. Ia terbang mengelilingi ruangan itu, sambil memperhatikan layar satu persatu.

Belum habis seluruh layar sempat diperhatikannya, Jaune kembali menghampiri Ayah.

“Apa itu, Ayah? Mengapa banyak sekali gambar-gambar manusia di situ?” tanya Jaune heran.

Ayah membimbing Jaune ke tempat duduk besar di tengah ruangan, lalu duduk di situ.

“Jaune, itu adalah gambar seluruh manusia di bumi ini. Apa saja yang mereka lakukan, terlihat dengan jelas pada layar-layar itu.”

Jaune terbelalak, “Wah... sebanyak itukah, Ayah? Bagaimana Ayah bisa mengetahui nama-nama mereka? Atau, apakah mereka sedang bermain dengan teman-teman mereka? Apakah Ayah mengetahui semuanya?”

Ayah tersenyum, “Ya. Ayah mengetahui semuanya.”

“Satu persatu, Ayah?”

“Ya.”