08 si Hijau Ikut Menjemput

Sunday, October 29, 2006

GAI berjalan pelan menuju kamar Jaune. Hari ini adalah hari pertama Jaune turun ke bumi. Dan sesuai permintaan, Gai membangunkannya lebih awal dari biasa.

Semula, Gai berniat menggunakan sayapnya untuk menuju kamar Jaune. Namun ia tahu, bahwa menggunakan sayap di lorong sekecil itu akan merepotkan dan memakan waktu yang lama.

Setibanya di kamar Jaune, Gai membuka pintunya perlahan. Dilihatnya Jaune tengah tertidur pulas memeluk Nero. Sesekali sayapnya bergerak-gerak.

Gai tersenyum melihatnya. Kini Jaune sudah sama seperti dirinya. Memiliki sayap dan dapat terbang.

“Jaune... Jaune... bangunlah,” bisik Gai. Jaune tidak menjawabnya.

Gai harus membangunkan Jaune beberapa kali lagi, hingga Jaune benar-benar tersadar dari tidurnya. “Apakah aku sudah harus pergi? Tapi aku masih sangat mengantuk, Gai. Aku tidak ikut saja, ya?!”

Gai menarik tangan Jaune, hingga tubuh Jaune terduduk, “Hei, dengar! Ayah sudah memberimu tugas, dan kau tidak boleh menolaknya begitu saja. Kita harus berangkat.”

Jaune mengusap-usap kedua matanya, “Tapi, Ayah juga tidak akan marah jika aku tidak pergi, kan?! Ayah selalu baik padaku.”

“Memang, Ayah selalu baik padamu,” jawab seseorang tiba-tiba, memasuki kamar Jaune.

Jaune langsung membuka matanya lebar-lebar untuk melihat siapa lagi yang datang. “Ayah?! Ada apa Ayah kemari?” tanyanya.

“Membangunkanmu, agar kau tidak jadi anak malas.”

“Aku masih mengantuk sekali, Ayah.”

“Jaune, Ayah selalu memberikanmu hadiah yang selalu kau inginkan. Jadi, jangan kau kecewakan Ayah,” sahut Gai.

Jaune menghela napasnya, lalu turun dari tempat tidurnya, “Baiklah. Aku akan berangkat sekarang.” Jaune lalu berjalan menuju ke arah pintu, namun ia justru berjalan ke arah dinding, dan menabrak dinding itu hingga jatuh terduduk.

Ayah dan Gai yang melihatnya tertawa.

“Buka dulu matamu sebelum mulai berjalan,” ujar Gai di sela tawanya.

Jaune bangkit perlahan-lahan. Ia membalikkan tubuhnya ke arah mereka berdua. “Lihat! Mataku sudah terbuka, kan?!” ujar Jaune seraya membelalakan matanya, membuat mereka berdua tertawa lagi.

• • •


Bob tengah bermain pasir di taman bersama-sama temannya. Ia terlihat senang sekali. Ia membuat istana pasir yang indah dengan selokan-selokan bersama mereka.

Mereka bermain sampai tidak menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan sore hari.

Beberapa orang teman Bob mulai membereskan peralatan. Mereka juga meratakan kembali istana yang sudah mereka buat, kembali menjadi gundukan pasir. Bob memandangi mereka dengan tidak peduli. Namun, hari semakin gelap dan Bob belum juga dijemput.

Bob berjalan ke arah bangku taman, lalu duduk di situ.

“Mama ke mana, sih? Mengapa aku belum juga dijemput?” tanyanya kepada dirinya sendiri. “Apakah aku harus menunggu atau aku pulang saja sendiri?”

Saat itulah Gros terbang menghampiri Bob, lalu membisikkan sesuatu di telinganya, “Bob, kau sebaiknya menunggu mamamu di sini. Sebentar lagi ia akan datang menjemput.”

Tiba-tiba saja datang seekor makhluk aneh.

Makhluk itu berwarna hijau. Tubuhnya kurang lebih sama dengan Gros. Hanya saja wajahnya jelek sekali. Kedua matanya yang berwarna merah tampak sangat besar, hingga hampir keluar dari kelopak matanya. Bentuk telinganya pun meruncing ke atas. Hidungnya besar dan panjang. Dagunya panjang sekali hingga menyentuh lututnya. Dan yang paling mengerikan, wajahnya yang hijau itu dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan besar, mirip dengan kacang polong yang melekat di wajah.

Jaune hampir saja berteriak ketakutan melihat makhluk itu. Terlebih, saat makhluk hijau itu mendekati Gros. Jaune hendak berteriak memperingatkan Gros, namun Gai membungkam mulutnya, hingga tak satupun kata yang keluar dari sana.

“Sssttt... jangan berisik!” ujar Gai.

Jaune bersusah payah melepaskan tangan Gai yang menutup mulutnya. “Tapi makhluk jelek itu akan mendekati Gros. Dia bisa terluka nanti,” kata Jaune.

Saat Jaune hendak berteriak lagi, Gai membungkam mulutnya untuk yang kedua kalinya, “Kau tidak perlu berteriak. Gros sudah tahu bahwa makhluk itu akan datang.”

Jaune berusaha membuka tangan Gai lagi, “Kalau Gros tahu, mengapa dia masih tetap berada di situ?”

Gai tersenyum, “Untuk itulah kau berada di sini. Kau akan belajar banyak dari apa yang akan kau lihat. Gros tidak perlu dibantu, karena dia dapat menyelesaikannya sendiri. Sama seperti semua malaikat yang lain, yang harus dapat menyelesaikan masalah mereka masing-masing. Perhatikanlah apa yang akan dilakukan Gros.”

Jaune menurut.

Makhluk itu mendekati Bob, dan berdiri di sisi lain telinganya, sementara Gros berada di sisi telinga satunya.

“Kau tidak perlu menunggu seharian di sini. Kalau mamamu tidak menjemput, bagaimana? Lebih baik kau berjalan pulang sekarang, dan kau akan tiba lebih cepat di rumah. Dengan begitu, mamamu akan senang,” bisik makhluk itu kepada Bob.

Bob masih duduk di situ, bimbang menentukan pilihan. Sementara, hari mulai bertambah gelap. Bob ragu-ragu untuk tetap berada di tempat itu, namun ia juga tidak berani untuk pulang sendirian.

“Bob, mamamu sudah berjanji akan menjemputmu di sini, kan?! Mamamu tidak akan mengingkari janji. Sebentar lagi, ia pasti akan datang,” ujar Gros.

“Terlalu lama jika kau harus menunggunya datang. Lebih baik kau pulang saja sekarang. Kalau kau tiba di rumah lebih cepat, mamamu akan lebih senang,” kata makhluk itu.

Bob ragu-ragu. Ia benar-benar tidak tahu harus tetap menunggu atau segera meninggalkan taman untuk pulang ke rumah.