10 Wajah Buruk Setan

Sunday, November 05, 2006

“Wah... bagaimana cara Ayah mengingatnya? Pasti sulit sekali!”

“Ayah bisa melakukannya. Terlebih, karena mereka semua membantu Ayah,” ujar Ayah sambil menolehkan kepala, memperhatikan setiap orang yang tengah bekerja di sana.

Tiba-tiba salah seorang dari mereka menyahut, “Namun sebenarnya tanpa bantuan dari kami pun, Ayah tetap bisa melakukan semuanya sendiri. Iya kan, Ayah?!”

Ayah hanya tersenyum.

“Karena itulah, Ayah dapat melihat apa yang tadi terjadi saat kalian berusaha membantu Bob.”

“Ooohhh...” sahut Jaune.

Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, “Ayah, tadi ada makhluk hijau yang mengerikan sekali. Wajahnya jelek, tubuhnya aneh, dan suaranya mengerikan sekali. Apa itu, Ayah?”

“Itulah yang hendak Ayah beritahukan kepadamu, Jaune,” jawab Ayah.

“Makhluk hijau yang kau lihat tadi bernama Luke. Ia berasal dari kawanan setan, yang adalah musuh kita. Luke hanyalah salah satu dari sekian banyak setan-setan lain. Karena saat itu yang sedang berusaha membantu Bob adalah Gros, maka setan yang muncul adalah Luke. Luke adalah musuh utama Gros.”

“Jelek sekali wajahnya, Ayah!”

“Memang seperti itulah wajah kaum setan. Tapi, mereka bisa mengubah wujud menjadi apapun yang mereka mau. Kalau Luke ingin mengubah dirinya menjadi seorang pria tampan, ia bisa melakukannya. Ia bahkan bisa mengubah diri agar tampak seperti Ibu Bob.”

“Lalu, mengapa ia tidak melakukannya tadi?”

“Biasanya, Luke hanya akan mengubah dirinya jika ia sedang ingin menggoda atau mengelabui manusia. Mungkin ia memang sedang tidak ingin melakukannya.”

“Wah... sulit ya ternyata menjadi manusia?!”

Ayah tersenyum melihat tingkah Jaune bak orang dewasa.

“Apakah setiap malaikat punya musuh sendiri-sendiri, Ayah ?”

“Iya.”

“Gai juga?”

“Ya. Termasuk Gai. Ia memiliki musuh bernama Zhee Thanh. Mungkin suatu kali kau akan sempat bertemu dan melihatnya. Dan mungkin juga ia akan membuatmu lebih terkejut daripada saat bertemu Luke tadi.”

“Memangnya kenapa?”

“Zhee terlihat lebih menyeramkan dari Luke. Sama-sama berwarna hijau, tapi badan Zhee selalu dipenuhi dengan lendir. Wajahnya buruk sekali. Ia hanya mempunyai satu mata, yang letaknya bersebelahan dengan hidungnya yang besar dan lebar. Lidahnya yang berwarna hitam selalu terjulur keluar.”

Tiba-tiba saja Jaune merinding, merasa ngeri membayangkannya, “Pasti jelek sekali ya, Ayah?!”

“Yah...”

“Ih, apa yang akan dilakukan Gai jika bertemu dengannya ya? Kalau Zhee itu musuhku, rasanya akan sulit sekali melawannya. Aku pasti selalu terkejut jika ia tiba-tiba muncul di dekatku, dengan satu matanya itu!”

Ayah tersenyum lagi, “Karena itulah dia bukan musuhmu. Memang sudah menjadi tugas Gai untuk melawannya. Dan Gai bisa mengatasi Zhee, walaupun tidak selalu berhasil.”

“Kalau begitu, aku juga mempunyai musuh sendiri ya, Ayah?”

Ayah menghela napasnya, “Ya. Kau pun mempunyai musuh, sama seperti Gros dan Gai.”

Tiba-tiba, tubuh Jaune menggigil, “Apakah jelek juga seperti Luke dan Zhee?”

“Mungkin akan lebih buruk.”

Tanpa disadari, Jaune mengangkat kedua bahunya. Dahinya juga berkerut, dan bibirnya menguncup, membentuk sudut yang lucu, “Apakah aku akan bisa melawannya?”

“Tentu saja.”

“Seperti apa rupanya, Ayah? Apakah mempunyai mata? Apakah warna tubuhnya? Bagaimana suaranya?”

Ayah terkekeh geli, “Jaune, Ayah tidak akan memberitahukan kepadamu. Kau harus melihatnya sendiri.”

“Tapi, jika aku tidak dapat melawannya, bagaimana Ayah? Pasti dia lebih besar dariku.”

Ayah tersenyum, “Tidak. Musuhmu tidak mungkin lebih besar darimu. Paling tidak, ukuran tubuhnya sama denganmu, atau lebih kecil.”

Jaune terdiam.

Ia berpikir sejenak, “Ayah... aku rasa aku tidak berani.”

“Jaune, bukan kau saja yang mengatakan begitu. Setiap malaikat yang baru saja bertugas, merasakan hal yang sama sepertimu. Mereka tidak berani. Bahkan Gai dan Gros pun, juga mengatakan hal itu saat mereka baru saja bertugas.”

“Jika nanti aku akan mengecewakan Ayah, bagaimana?”

“Jika kau gagal, kau tidak akan mengecewakan Ayah. Kau akan mengecewakan dirimu sendiri.”

“Mengecewakan diriku sendiri?”

Ayah tersenyum lagi, “Kau akan tahu setelah kau mengalaminya.”

Jaune terdiam. Mencoba memikirkan apa yang dikatakan Ayah. Ia pun lalu mengangguk perlahan, walau ia sendiri tidak yakin bahwa ia memang mengerti.

“Kalau Nero... apakah dia punya musuh juga, Ayah?”

“Tentu saja.”

“Seekor anjing juga?”

“Iya.”

“Jadi, sekarang Nero sedang bertugas melawan musuhnya itu, ya?!”

Ayah mengangguk.

“Seperti apa rupanya, Ayah?”

“Musuh Nero adalah seekor anjing yang buruk rupa. Dengan tiga kaki, bulu kuning, satu mata, dan satu telinga. Anjing itu tidak memiliki hidung.”

“Wah... kenapa setan itu selalu buruk rupa sih, Ayah? Sampai anjing pun juga begitu.”

Ayah tersenyum, “Wajah, penampilan, suara, dan sikap mereka yang buruk merupakan cermin dari tingkah laku mereka yang buruk juga. Kita, para malaikat, memiliki wajah yang rupawan, karena sudah sepantasnya demikian. Kita berlaku baik, maka wajah kita pun baik.”

“Kalau aku berlaku tidak baik, apakah wajahku akan berubah menjadi buruk seperti mereka?”

“Bisa jadi.”