03 Tidak Bisa Disisir!

Monday, April 24, 2006

Sebelum semua orang terbangun dari tidurnya, Jaune sudah turun dari tempat tidurnya. Ia membangunkan Nero, anjing kesayangannya.

“Nero! Bangunlah! Kau sudah tidur sejak sore!” ujar Jaune sedikit berbisik, agar tidak membangunkan orang lain. Nero tidak bergerak sedikit pun. “Nero! Bangun!” kata Jaune lagi.

Saat Jaune hendak membangunkan Nero untuk yang ketiga kalinya, tiba-tiba sayap Nero bergerak-gerak, lalu Nero membuka matanya. Nero memandangi Jaune dengan bingung. “Ada apa sih, Jaune? Aku masih sangat mengantuk. Ada apa kau membangunkan aku sepagi ini?”

Jaune kesal mendengarnya. “Nero, hari ini adalah hari ulang tahunku. Dan sebentar lagi akan ada pesta besar. Kau tahu, pesta yang penuh dengan orang-orang, penuh makanan dan tentu saja penuh dengan hadiah yang bagus-bagus untukku,” ujar Jaune. “Jangan katakan kalau kau lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku.”

Nero meloncat turun dari tempat tidurnya. Ia merenggangkan keempat kakinya satu persatu, lalu berjalan menghampiri Jaune. “Tentu saja aku tidak lupa. Selamat ulang tahun yang keenam, Jaune.” Jawabnya sambil menjilat tangan Jaune. Jaune tertawa kegelian dibuatnya. “Kau tahu tidak, bahwa Ayah akan memberiku hadiah yang istimewa sekali.”

Nero mengangguk-anggukan kepalanya. “Aku tahu. Karena Ayah selalu memberikan hadiah yang istimewa kepada semua anaknya. Termasuk aku.”

“Bukan itu, maksudku,” kata Jaune kesal. “Ayah mengatakan bahwa hadiah yang akan diberikannya ini adalah hadiah yang paling istimewa.”

“Baiklah. Aku tidak tahu.”

Jaune tertawa. “Wah...Ayah akan memberi hadiah apa, ya?! Jubah baru, sepatu, mainan, atau...anjing yang baru?”

Nero terkejut mendengarnya, lalu berjalan menjauhi Jaune. “Tidak akan ada anjing baru lagi di sini, Jaune! Tidak akan ada yang akan menggantikanku!”

Jaune tertawa geli mendengarnya. “Jangan marah dong, Nero. Aku kan hanya bercanda. Lagi pula, siapa yang mau anjing baru? Kau adalah sahabat terbaikku.” Jaune mengangkat tubuh Nero tinggi-tinggi.

“Aku mandi dulu. Jadi, saat semua tamu datang, aku sudah siap untuk menerima ucapan selamat ulang tahun dari mereka,” ujar Jaune seraya meraih jubah barunya yang telah ia siapkan semalam.

“Aku juga,” sahut Nero. Lalu mereka berdua ke kamar menuju ruangan lain, di mana di dalamnya terdapat bak mandi yang lebih mirip danau, dengan air hangat.

Jaune menghabiskan waktu lama sekali untuk membersihkan tubuhnya. Sementara itu, Nero yang sudah selesai sejak tadi, hanya duduk di sudut ruangan menunggu Jaune selesai. “Jaune, masih berapa lama lagi kau akan berada di situ?”

“Sebentar lagi.”

“Kau belum merias dirimu. Kau juga belum menemui Ayah. Akan makan waktu lama, dan pestanya akan segera dimulai.“ Nero mulai kesal menunggu Jaune. Akhirnya, Jaune selesai juga. Ia mengeringkan tubuhnya, lalu segera berlari kembali masuk ke dalam kamarnya, diikuti Nero.

Jaune mengenakan jubahnya yang indah dan sepatunya yang baru. Saat Jaune berusaha menyisir rambutnya, ia tampak kewalahan.

“Nero, kau bisa membantuku menyisir rambutku ini, kan?!” pintanya.

“Baiklah. Kemarikan sisirnya.” ujar Nero. Nero pun mulai mengepakkan sayapnya, lalu menyisir rambut Jaune yang kusut. “Aku heran. Bagaimana Ayah bisa memberikanmu rambut sekusut ini. Padahal tidak ada seorang pun yang mempunyai rambut sekusut ini.”

Jaune kesal seketika. “Memangnya kenapa kalau rambutku begini? Ayah tidak pernah mengejeknya.”

“Aku juga tidak. Aku hanya mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang mempunyai rambut seperti ini.”

“Berarti, Ayah sangat sayang padaku. Karena dia memberiku rambut yang berbeda dari yang lain.”

Nero tersenyum, dan tepat pada saat itu pula, sisir yang digunakan untuk merapikan rambut Jaune, tersangkut. Nero berusaha menarik sisir itu, dan membuat Jaune menjerit kesakitan.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Jaune kesal. “Apa yang kau lakukan dengan rambutku?”

“Eh...itu...sisirnya tersangkut...di rambutmu, Jaune. Aku tidak bisa mengambilnya.” kata Nero pelan.

Jaune terkejut mendengarnya. Ia pun menangis seketika. “Kau merusak rambutku! Semua orang yang datang akan menertawakan aku! Aku tidak mau keluar!” kata Jaune. Ia pun terus menangis.