32 Nero Datang Berkunjung!

Thursday, October 30, 2008

“Nero? Kaukah itu, Nero?” tanya Jaune tidak percaya, melihat siapa yang ada di situ. Jaune lalu menyingkirkan bantal dari pelukannya. Ia cepat-cepat meraih tubuh Nero, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.

“Aku rindu sekali padamu!! Kenapa baru sekarang kau datang mengunjungiku?” tanyanya lagi.

Diangkatnya tubuh Nero tinggi-tinggi, membuat Nero menjerit ketakutan.

“Lepaskan! Lepaskan aku, Jaune!”

Jaune akhirnya melepaskan tubuh Nero. Ia lalu kembali lagi duduk di lantai, tepat di hadapan Nero.

Nero yang semula membelakangi Jaune, kini berhadapan dengannya.

“Aaarrrgghhh!!!!” teriaknya keras sekali. Ia segera menjauhkan diri dari Jaune. Nero merapatkan tubuhnya di sisi kamar yang satu lagi.

Jaune memandangi Nero dengan heran, “Nero? Ada apa? Apa yang kau takutkan???”

“Kau… kaukah… itu, Jaune?”

Jaune tertawa, “Tentu saja ini aku, Nero.”

“Tapi, wajahmu… wajahmu mengerikan sekali! Wajahmu…”

“Beginilah wajah seorang Volk. Aku harus menjadi seperti ini jika ingin bergabung bersama dengan mereka.”

Nero melangkahkan kakinya perlahan mendekati Jaune. Sesekali ia memandangi wajah Jaune dan mencoba memastikan bahwa yang ada di hadapannya itu memang sungguh-sungguh sahabat yang dikenalnya.

Jaune tertawa geli melihat tingkah Nero itu, “Nero, mengapa kau ketakutan seperti itu? Aku tidak akan menggigitmu! Aku ini Jaune.”

Akhirnya Jaune berhasil meyakinkan Nero bahwa yang dilihatnya itu memang Jaune, sahabatnya.

Mereka duduk di atas tempat tidur Jaune. Mereka mulai bercakap-cakap dengan gembira.

“Mengapa kau tidak pernah pulang ke rumah, Jaune? Kami semua sangat merindukanmu.”

“Aku juga sangat merindukan kalian. Aku merindukan Ayah, Gai dan Gros, aku juga sangat merindukanmu, Nero.”

“Lalu, mengapa kau tidak pulang? Setidaknya kau bisa mampir saja untuk bertemu dengan kami semua.”

“Aku sangat sibuk.”

“Sibuk? Sepertinya kau hanya bersenang-senang saja di sini. Kau belum melakukan tugas yang seharusnya kau lakukan.”

“Pasti aku akan melakukannya, Nero. Tapi sekarang aku harus mendekati mereka dulu. Jika nanti aku tiba-tiba datang dan membantu mereka, mereka mungkin akan menjadi sangat terkejut dan tidak mau menerima bantuanku.”

“Caramu membantu mereka kan tidak harus dengan menampakkan diri kepada mereka. Kau bisa melakukannya dengan cara yang biasa dilakukan Gros.”

“Hanya dengan membisikkan kepada mereka tentang apa yang harus mereka lakukan?”

“Ya. Dengan cara itu.”

“Tidak bisa, Nero. Aku tidak ingin melakukan cara seperti itu. Sepertinya aku tidak menjadi dekat dengan manusia. Aku hanya datang melakukan tugasku, lalu pergi begitu saja setelah aku menyelesaikannya. Aku juga ingin berteman dengan mereka.”

“Tapi cara yang kau pakai salah. Jika kau terus-menerus seperti ini, kau pasti tidak ingin pulang kembali ke rumah. Kau pasti semakin ingin tinggal di sini.”

“Tentu saja tidak. Rumahku bukan di sini. Aku hanya melakukan tugas di sini. Jika nanti aku sudah selesai, aku pasti akan pulang.”

“Kapan?” tanya Nero, menatap langsung ke arah mata Jaune.

Jaune menghela napasnya, “Aku tidak tahu.”

“Aku sudah menduganya,” kata Nero, menghela napasnya juga. Ia merasa kecewa.

Jaune menggelengkan kepalanya, “Bukan... bukan seperti yang kau pikirkan, Nero. Aku bukan sengaja mengulur waktuku. Aku tidak tahu harus melakukan apa, karena mereka selalu berbuat baik. Dan sepertinya tidak ada kejahatan di sini, kecuali raksasa yang sering datang mengganggu itu.”

“Itulah... Aku sudah mengatakannya kepada Ayah sebelumnya.”

“Apa yang kau katakan kepada Ayah?” Jaune mengerutkan dahinya.

“Bahwa kau sebaiknya tidak bertugas di desa Volk ini.”

“Mengapa kau katakan itu kepada Ayah?”

“Tahukah kau, mengapa tidak banyak malaikat yang bertugas di sini?”

Jaune menggeleng lagi.

“Karena biasanya malaikat yang bertugas di sini tidak akan melakukan tugas mereka. Kaum Volk sudah sangat damai. Bahkan saat setan berusaha menggoda mereka, mereka dapat menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan malaikat seperti kita.”

“Lalu, apa tugas malaikat di sini?”

“Yah... kadang-kadang saja mereka membantu yang sedang dalam kesulitan. Jika ada yang tidak berhasil memecahkan masalahnya, mereka baru membantu.”

“Apakah selalu seperti itu?”

“Biasanya.”

“Tapi kau jangan khawatir, Nero. Aku juga pasti akan segera mendapat tugas. Aku pasti akan segera menyelesaikan tugasku seperti kau, seperti semua malaikat yang lain.”

“Tapi kau kan tidak perlu mengubah dirimu menjadi seperti ini.”

“Aku kan harus mengawasi mereka.”

“Kau dapat mengawasi mereka dari atas pohon, atau dengan berputar-putar. Kau tidak perlu mengubah dirimu.”

“Tapi, jika aku melakukan apa yang kau katakan, aku tidak akan dapat mengerti apa masalah mereka yang sebenarnya.”

Nero sudah hampir kehabisan kata-kata. Ia mulai merasa putus asa.

“Nero, kau tidak perlu terlalu memikirkan hal itu. Aku akan baik-baik saja, dan aku pasti akan segera pulang untuk melaporkan keberhasilanku.”

“Baiklah...” sahut Nero pelan, “Lalu, apa saja yang sudah kau kerjakan hari ini?”

Wajah Jaune mendadak menjadi cerah sekali. Pertanyaan itulah yang sedang ditunggunya, “Banyak sekali, Nero! Dan aku senang sekali hari ini!”

“Oh ya? Ceritakanlah padaku!”

“Aku mulai bersekolah hari ini. Pelajarannya adalah ilmu sihir. Saat Xoo mengenalkan aku pada Frau Schön, aku tidak sengaja mengatakan sesuatu dalam bahasa Italia. Ia terkejut, dan menanyakan apakah aku bisa berbahasa Italia, tentu saja kujawab ya. Ia menanyakan lagi, apakah aku menguasai bahasa lainnya selain Bahasa Italia, Bahasa Volk, dan Bahasa Jerman yang mereka gunakan. Aku menjawab bahwa aku menguasai Bahasa Perancis dan Inggris juga.”

Nero luar biasa terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan Jaune, “Kau mengatakan begitu kepada Frau Schön? Mengapa kau mengatakannya, Jaune?”

“Aku tidak ingin berbohong kepadanya.”

Nero tidak percaya. Ia menyorongkan wajahnya ke arah Jaune, “Kau tidak ingin berbohong atau kau hanya ingin semua orang tahu bahwa kau bisa macam-macam bahasa?”

“Tentu saja tidak, Nero. Aku hanya tidak ingin berbohong kepadanya.”

“Lalu, jika kau memang tidak ingin berbohong kepadanya, mengapa tidak kau katakan sekaligus bahwa kau menguasai semua bahasa yang ada di dunia ini? Kau kan juga menguasai bahasa binatang. Mengapa tidak kau katakan juga kepadanya mengenai hal itu?”

31 Kabar Gembira untuk Semua

Tuesday, October 28, 2008

“Wizard, aku berhasil memindahkan gelas dan piring itu hanya dengan sekali mencoba saja. Luar biasa, bukan?!” kata Jaune dengan senang sekali saat ia dan Vann Thom datang mengunjungi Wizard di rumah mango.

“Tentu saja. Kau pasti senang sekali,” kata Wizard sambil terus memasukkan bahan-bahan ke dalam kuali besar di atas api yang membara.

“Aku senang sekali. Dan kau tahu, semua teman langsung memujiku. Begitu juga dengan Frau Schön. Ia kelihatan sangat bangga kepadaku.”

Wizard tersenyum, “Pasti dia sangat bangga memiliki murid sepandai kau, Woody.”

“Jadi, aku pasti bisa menjadi penyihir seperti kau, Wizard. Iya, kan?!”

Wizard tersenyum lagi, kini sambil menghampiri Jaune, “Kalau kau mau belajar dengan sungguh-sungguh, kau pasti akan bisa menjadi penyihir.”

“Seperti kau?”

“Ya.”

“Kalau nanti aku menjadi penyihir juga, apakah aku akan menjadi penyihir yang baik atau yang jahat?”

“Itu terserah kepadamu. Kau bisa menjadi penyihir yang baik, tapi juga bisa menjadi penyihir yang jahat. Tapi kalau kau menjadi penyihir yang jahat, rasanya kita tidak akan berteman, Woody.”

Jaune mengerutkan dahinya, “Tidak berteman denganmu? Lalu bagaimana dengan yang lainnya? Apakah mereka masih akan menjadi temanku?”

“Hmm... mungkin tidak. Tidak ada yang ingin berteman dengan penyihir jahat.”

“Jadi, semua penyihir jahat tidak memiliki teman?”

“Tidak semuanya. Mereka masih memiliki teman setia, yang sama jahatnya dengan mereka. Biasanya, teman penyihir jahat itu adalah seekor burung gagak.”

“Jadi, mereka tidak memiliki teman seperti aku?”

“Tentu saja tidak.”

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan menjadi penyihir yang baik saja.”

Wizard tertawa mendengarnya, “Nah Woody, bagaimana kalau sekarang kau bermain bersama teman-temanmu dan Draco? Aku harus bekerja. Lagipula, kau sudah menceritakan kabar gembira itu kepadaku, kan?! Draco juga harus mendengarnya.”

“Tentu saja!” soraknya, “Tentu saja! Aku akan memberitahu Draco sekarang. Daaagg Wizard…”

 


HARI sudah larut malam. Jaune sudah berada di atas tempat tidurnya. Namun, ia belum juga dapat memejamkan matanya. Masih terlintas di benaknya kejadian yang telah ia alami sepanjang hari ini. Ia merasa sangat senang. Semua yang dialaminya hari ini terasa sangat menyenangkan.

Jaune hanya merebahkan dirinya di tempat tidur. Tubuhnya terasa sangat lelah, namun ia masih belum ingin memejamkan matanya. Ingin rasanya ia menceritakan semuanya kepada Ayah, kepada Gai dan Gros, dan juga kepada Nero.

Tiba-tiba saja terdengar suara, seperti suara angin puyuh yang sangat keras. Jaune sangat terkejut mendengarnya. Ia menjadi sangat ketakutan seketika itu juga. Ia cepat-cepat merapatkan tubuhnya di dinding sambil memeluk bantal.

Suara angin itu makin lama makin keras, dan kini bukan hanya suaranya saja. Kini angin keras itu juga berhembus, membentuk seperti tornado yang berputar-putar ditengah kamar Jaune. Benda-benda yang berada di kamar itu berterbangan. Jaune juga hampir saja terbawa oleh angin.

Di antara suara angin yang begitu bergemuruh, terdengar suara teriakan kecil. Jaune mendengar teriakan itu samar-samar. Sepertinya Jaune pernah mendengar suara itu sebelumnya, tapi ia lupa di mana pernah mendengarnya.

Tiba-tiba saja angin tornado itu menghilang secepat munculnya tadi. Bersamaan dengan menghilangnya angin, Jaune melihat ada sebuah benda yang terlempar dalam angin itu menuju ke arahnya. Benda itu jatuh tepat di atas kakinya.

30 Makan Siang Usai Sekolah

Sunday, October 26, 2008

Kaisar Nikolai ternyata sudah menyiapkan diri untuk menyambut kedatangan Jaune dan Vann Thom. Ia duduk di perpustakaan dan memerintahkan seseorang untuk menyampaikan kepada Jaune dan Vann Thom agar langsung menuju perpustakaan begitu mereka tiba.

Jaune sangat senang bertemu lagi dengan Kaisar. Hampir saja ia meledak dengan rasa senang yang ada dalam hatinya.

“Bagaimana sekolahmu hari ini, Woody?” tanya Kaisar.

Jaune langsung menghampiri Kaisar dan duduk di atas pangkuannya tanpa segan, “Aku senaaa…ng sekali, Kaisar! Aku bertemu dengan banyak teman di sana. Aku juga belajar ilmu sihir bersama Frau Schön. Ia baik sekali ya?!”

Kaisar Nikolai tersenyum mendengar cerita Jaune, “Tapi sepertinya bukan hanya itu yang membuatmu begitu senang hari ini, kan?! Coba kau ceritakan kepadaku hal lainnya.”

“Saat aku baru datang, Xoo memperkenalkanku kepada Frau Schön. Ia baik sekali kepadaku. Saat aku tidak sengaja mengucapkan beberapa kata dalam Bahasa Italia, dia menjadi sangat terkejut dan memujiku. Ia bilang aku sangat hebat, karena tidak ada anak Volk yang bisa berbicara bahasa lain selain Bahasa Volk dan Bahasa Jerman. Dia bertanya apakah aku menguasai bahasa lain, aku katakan ya, aku juga dapat berbahasa Perancis dan Inggris. Dia langsung mengatakan bahwa itu sangat bagus. Wah… aku senang sekali! Setelah itu, aku juga belajar ilmu sihir. Aku belajar memindahkan gelas dan piring tanpa menyentuhnya. Aku berhasil melakukannya hanya dengan sekali mencoba. Padahal, teman-temanku yang lain harus sampai enam-tujuh kali. Mereka semua memujiku. Aku senang sekali! Kurasa, aku akan mempelajari ilmu sihir lebih baik lagi. Aku ingin menjadi penyihir seper...”

Seketika itu Kaisar tertawa. Membuat Jaune menghentikan kata-katanya yang sebenarnya belum selesai diucapkan.

“Ada apa, Kaisar?”

“Sepertinya kau berbicara terlalu cepat. Begini saja, sebaiknya kita makan siang dulu, lalu kau boleh melanjutkan ceritamu setelah makan siang nanti.”

Jaune tampak berpikir, “Tapi Kaisar, setelah makan siang nanti, aku akan segera mandi. Lalu aku akan pergi bersama Vann Thom.”

“O ya? Ke manakah kalian akan pergi?”

Wajah Jaune kembali ceria, “Aku akan ke rumah mango untuk mengunjungi Wizard dan Draco. Aku akan menceritakan kepada mereka apa yang baru saja aku alami hari ini. Teman-temanku juga akan pergi ke sana. Mereka akan bermain bersama Draco.”

Kaisar mengangguk-anggukan kepala sambil tersenyum, “Baiklah. Kau boleh pergi. Asal… kau harus pergi bersama Vann Thom. Kau juga harus kembali pulang bersama Vann Thom.”

Jaune menganggukkan kepalanya cepat-cepat, “Tentu saja.”

“Kalau begitu,” Kaisar Nikolai menurunkan Jaune dari atas pangkuannya, “Bagaimana kalau sekarang kita makan siang?! Jadi kau bisa segera menemui mereka.”

“Baiklah.”

Kaisar Nikolai segera berdiri. Digandengnya tangan Jaune, lalu mereka berdua berjalan keluar perpustakaan menuju ruang makan. Vann Thom mengikuti dari belakang.

Jaune duduk di kursi makan di hadapan Kaisar seperti biasanya. Sedang di samping kanannya adalah Vann Thom, dan di samping kirinya adalah Quilt. Mereka makan berempat di meja makan persegi panjang yang sangat besar.

Berbagai hidangan telah disiapkan di atas meja makan itu. Ada sup mangga kesukaan Kaisar, ada tumis jamur nanas kesukaan Vann Thom, dan ada acar asam manis kesukaan Quilt. Berbagai hidangan lainnya pun masih terhidang di situ dalam jumlah yang cukup banyak. Namun, tidak ada satu pun hidangan kesukaan Jaune.

“Kaisar, mana makanan kesukaanku?”

Kaisar Nikolai tersenyum, “Maksudmu es krim? Tentu saja kita tidak bisa makan es krim sebelum kita makan siang, kan?!”

Jaune mengangguk-anggukan kepalanya, “Baiklah.”

Saat mereka akan menyantap makan siang, Jaune bertanya lagi, “Kaisar, mengapa tidak ada makanan daging di sini? Sejak kemarin aku tidak melihatnya.”

Kali ini Quilt yang mengambil alih pembicaraan, karena Kaisar tengah meminum minumannya, “Woody, kaum Volk memang tidak makan daging. Di desa ini tidak ada binatang untuk dimakan. Kami sangat menyayangi binatang, sehingga kami tidak memakannya. Kami hanya ingin makan daging burung merpati sekali dalam satu tahun, yaitu saat perayaan ulang tahun Kaisar Nikolai.”

Jaune mengerutkan keningnya, “Wah… kalau begitu, tampaknya aku harus menunggu lama sekali untuk dapat makan daging.”

Kaisar tersenyum, “Rasanya tidak akan selama itu. Ulang tahunku akan dirayakan bulan depan.”

“Wah… sungguh, Kaisar?”

“Ya.”

“Kalau begitu, aku pasti akan datang dan memberikan hadiah kepada Kaisar, sehingga aku akan diperbolehkan untuk ikut makan daging merpati itu!” seru Jaune.

Mereka semua tertawa.

“Tentu saja tidak hanya kau yang akan diperbolehkan makan daging merpati. Semua penduduk desa Volk boleh datang dan ikut merayakan pesta ulang tahun Kaisar tanpa harus memberikan hadiah. Mereka juga diperbolehkan makan daging merpati,” kata Vann Thom yang tidak dapat menahan senyumnya.

“Ternyata, memang benar yang dikatakan Ayah kepadaku.”

Kali ini Kaisar yang menyahut, “Apa yang telah dikatakan ayahmu?”

“Kaisar Nikolai adalah seorang Kaisar yang sangat baik hati. Selain itu ayah juga mengatakan bahwa Kaisar juga sangat pandai dan bijaksana.”

Kaisar tersenyum mendengarnya, “Semoga saja apa yang dikatakan ayahmu itu benar, Woody.”

Mereka pun akhirnya mulai menyantap makan siang, yang sedari tadi sudah tertunda.