28 Hari Pertama Bersekolah

Sunday, March 09, 2008

Dengan riangnya, Jaune berjalan menggandeng tangan Vann Thom. Sesekali sambil melompat-lompat, membuat rambut jabriknya bergerak-gerak ditiup angin.

Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah. Vann Thom akan mendaftarkannya menjadi murid di sekolah yang sama dengan teman-teman Jaune.

Sejak semalam, Jaune telah mempersiapkan apa saja yang akan dibawanya untuk belajar di sekolah. Semua perlengkapan dimasukkannya ke dalam tas coklat yang terbuat dari jerami, yang baru saja diberikan Kaisar. Pakaiannya pun telah dipersiapkan agar ia tidak perlu repot lagi mencari pakaian mana yang akan dikenakannya dan harus menyeterikanya terlebih dahulu sesaat setelah bangun pagi.

Jaune sudah membayangkan bahwa hari ini akan menjadi sangat menyenangkan. Ia sudah merencanakan banyak hal untuk menghabiskan waktunya seharian.

Yang pasti dari pagi hingga siang hari, ia akan menghabiskan waktunya di sekolah untuk belajar dan bermain bersama dengan teman-temannya.

“Vann Thom, sekolah itu tempatnya seperti apa?” tanya Jaune dalam perjalanan mereka.

“Tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.”

“Seperti istana?”

Vann Thom tersenyum, “Tentu saja tidak.”

“Bagaimana dengan rumah mango?”

Vann Thom tampak berpikir sejenak, “Mmm... ya, kira-kira sebesar itulah.”

“Wah… pasti menyenangkan sekali! Lalu, siapa guruku?”

“Kau akan menemui guru yang berbeda setiap harinya, karena kau akan belajar mengenai hal yang juga berbeda setiap harinya.”

“Kalau hari ini, apa yang akan aku pelajari?”

Vann Thom hampir tidak dapat menahan diri untuk terus tersenyum. Anak kecil di hadapannya itu mulai banyak bertanya.

“Hari ini kau akan bertemu dengan Frau Schön. Dia akan mengajarimu ilmu sihir dan sulap.”

“Frau Schön? Seperti apakah dia?”

Vann Thom tersenyum. Benar juga yang dikatakan Kaisar. Anak ini sepertinya terlalu pandai, terlalu ingin mengetahui segala hal. Mungkin ia pun juga akan menyelesaikan sekolahnya lebih cepat daripada teman-teman seusianya.

“Akan lebih baik jika kau melihatnya sendiri, Woody. Akan menghilangkan kejutannya jika aku mengatakannya sekarang.”

Mata Jaune membulat. Ia pun tersenyum, “Bagaimana kau tahu aku suka sekali kejutan? Baiklah, mungkin memang sebaiknya kau tidak memberitahuku. Aku harus melihatnya sendiri.”

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah.

Saat Jaune dan Vann Thom tiba di sekolah, ternyata anak-anak lain sudah ada di situ. Mereka sedang duduk di atas rumput seperti biasanya, menghadap ke satu arah di mana terletak suatu papan hitam yang besar sekali. Mereka sedang menunggu kedatangan Frau Schön.

Saat mereka melihat Jaune, seketika wajah mereka pun berseri-seri. Satu-persatu menghampiri Jaune.

“Hai, Woody! Kau benar-benar ikut bersekolah dengan kami?”

“Woody! Pasti hari ini akan menyenangkan!”

“Kau pasti akan bergabung bersama dengan kami, kan?!”

“Kau datang ke tempat yang tepat, Wood!”

“Aku tidak menyangka kau akan mulai bersekolah secepat ini!”

“Selamat datang, Woody.”

Dan berbagai komentar serupa dilontarkan saat mereka menghampiri Jaune. Jaune tampak senang sekali. Ia merasa disukai oleh teman-temannya. Jaune yakin, ia akan sangat menikmati keberadaannya di situ.

Tak berapa lama, Frau Schön datang dan menghampiri mereka semua. Tiba-tiba saja, kerumunan itu terkuak, dan semua anak langsung kembali duduk di tempatnya semula.

“Gutten morgen, kids! (baca: Selamat pagi, anak-anak)”

“Gutten morgen, Frau Schön.”

Frau Schön nampak senang sekali hari ini. Wajahnya luar biasa cerah.

“Bitte, Xoo? (baca: Ada apa, Xoo?)”

Anak yang disebutkan namanya pun menurunkan tangannya. Ia sedikit bingung, hendak menjawab dengan bahasa apa.

Frau Schön yang menyadari hal itu segera tersenyum, “Kau boleh menjawab dengan bahasa apa saja yang kau suka, Xoo.”

Xoo bernapas lega, “Terima kasih, Frau. Aku ingin memberitahu bahwa ada murid baru yang akan bergabung bersama dengan kita di sini.”

Frau Schön yang mendengar pernyataan Xoo langsung membelalakan matanya dengan terkejut, “Murid baru? Bersama dengan kita? Apakah dia sudah ada di sini?”

Xoo mengangguk lalu menunjuk ke arah Jaune, yang masih berdiri agak jauh dari tempat mereka berada. Pandangan mata Frau Schön mengikuti gerak tangan Xoo.

Dilihatnya Jaune yang berdiri di dekat pohon bersama dengan Vhann Thom. Frau Schön yang sudah mengenal siapa Vann Thom, mendadak terkejut.

“Vann Thom? Siapa yang kau bawa bersamamu itu? Anakmukah?”

Vann Thom tersenyum, “Tentu saja bukan, Frau. Dia adalah anak Sabato. Anak ini sekarang tinggal bersama Kaisar Nikolai di istana.”

“Anak Sabato? Aku tidak pernah mengetahui bahwa Sabato memiliki tocter (baca: anak perempuan) yang begitu cantik.”

Jaune tersipu mendengarnya.

Vann Thom melanjutkan lagi, “Mulai hari ini, ia akan bergabung dalam kelasmu dan kelas-kelas yang lain. Kuharap kau bersedia membantunya.”

“Ja, naturlich (baca: Ya, tentu saja). Aku merasa senang sekali. Aku pasti akan membantunya.”

“Baiklah kalau begitu, aku serahkan dia kepadamu. Aku menunggunya di sini.”

Perlahan Jaune berjalan mendekati Frau Schön. Ia tampak sedikit kaku dan takut. Frau Schön memandanginya sambil tersenyum. Jaune menyadari bahwa semua mata sedang tertuju padanya, membuat dirinya semakin gemetaran karena gugup. Saking gugupnya, Jaune tidak melihat ada batu dihadapannya, dan ia jatuh tersandung.