33 Belum Saatnya Pulang

Monday, November 03, 2008

“Aku tidak ingin membuat semua orang menjadi terkejut. Jika aku mengatakannya, mereka pasti tidak akan percaya bahwa aku adalah sama dengan mereka.”

“Tapi bukankah kalau begitu sama saja kau membohongi mereka?”

“Tidak. Aku tidak membohongi mereka. Saat Frau Schön menanyakan apakah aku menguasai bahasa lain, aku menjawab bahwa aku menguasai Bahasa Perancis dan Bahasa Inggris. Bukan berarti aku tidak menguasai bahasa lainnya. Aku kan tidak mengatakan bahwa hanya itu saja bahasa yang aku kuasai.”

Nero menggeleng-gelengkan kepalanya, “Kau sudah keterlaluan, Jaune!” lanjutnya, “Lalu, ada apa lagi?”

Wajah Jaune yang semula tegang, kini kembali cerah.

“Aku sudah berhasil menguasai ilmu sihir! Aku bisa memindahkan gelas dan piring tanpa menyentuhnya. Dan aku berhasil melakukannya hanya dengan sekali mencobanya saja. Padahal, teman-temanku membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa melakukan itu.”

Lagi-lagi, Nero terkejut dan membelalakan matanya, “Kau sudah gila?”

“Tidak.”

“Kenapa kau lakukan itu?”

“Kenapa? Apakah yang kulakukan itu salah, Nero?”

“Tentu saja!”

“Aku tidak mengerti.”

“Kau salah! Salah besar! Kau telah menggunakan kekuatanmu untuk kesenanganmu sendiri. Kau tahu bahwa kau dapat memindahkan barang itu tanpa menyentuhnya, karena kau memang memiliki kemampuan untuk itu. Dan kau sengaja memperlihatkan itu kepada teman-temanmu agar mereka memujimu.”

“Aku tidak bermaksud begitu.”

“Tentu saja kau bermaksud begitu. Kau ingin mereka mengagumimu, kan?!”

“Tidak.”

“Lalu, kenapa kau melakukannya?”

“Aku hanya ingin memberikan semangat kepada mereka, agar mereka tidak putus asa. Jika aku saja bisa melakukannya, mereka juga pasti bisa. Apakah itu salah?”

“Tentu saja. Apa yang bisa kau lakukan, belum tentu bisa mereka lakukan. Apakah kau lupa, bahwa kau adalah seorang malaikat? Kau tidak sama seperti mereka. Banyak hal yang bisa kau lakukan, tapi tidak bisa mereka lakukan.”

“Aku tahu itu, Nero. Tapi, untuk hal itu aku rasa mereka bisa. Mereka kan sedang belajar ilmu sihir.”

“Lalu, kenapa kau menceritakan keberhasilanmu itu kepada semua orang? Wizard, Draco, Kaisar Nikolai, semuanya. Apakah kau ingin semua orang tahu bahwa kau telah berhasil hari ini?”

“Tentu saja. Aku kan ingin mereka juga merasa gembira, dan mereka memang tampak senang mendengar ceritaku. Berarti, aku sudah membuat mereka bahagia juga, kan?!”

Nero merebahkan tubuhnya di tempat tidur Jaune, “Entahlah, Jaune. Aku tidak tahu harus mengatakan apalagi.”

“Memangnya kau ingin mengatakan apa?”

Mendengar pertanyaan itu, Nero menghela napasnya. Ia sudah kehabisan akal, tidak tahu lagi apa yang harus dikatakannya pada Jaune.

Belum terdengar apa-apa lagi dari mulut Nero, Jaune tiba-tiba teringat sesuatu, “Nero, kenapa kau ke sini? Pasti kau bukan datang hanya untuk memarahiku, kan?!”

“Ayah yang mengirimku.”

“Lho, tapi Ayah kan bisa mengetahui keadaanku tanpa harus menyuruhmu datang?!”

“Itu juga yang dikatakan Ayah,” lanjut Nero pelan, “Memang aku yang memaksa agar aku boleh menengokmu. Karena itulah Ayah langsung mengirimku ke sini, jadi aku tidak perlu terbang dari rumah.”

“Jadi kenapa kau datang?”

“Aku rindu padamu, Jaune,” Nero melunak, “Sudah beberapa hari aku tidur sendiri. Gai dan Gros tidak mungkin menemani, karena mereka pasti tidur di kamar mereka sendiri. Setiap malam aku selalu memikirkanmu, sedang apa kau di sini. Rumah rasanya sepi sekali, Jaune.”

Jaune segera memeluk Nero yang mulai menangis, “Aku juga rindu padamu.”

“Kalau begitu, pulanglah. Walau hanya sebentar.”

“Aku tidak bisa, Nero. Tugasku di sini belum selesai. Orang-orang di sini pun pasti akan bingung kalau aku tiba-tiba pergi.”

“Masih ada tugas-tugas yang bisa kau selesaikan di tempat lain, Jaune.”

“Tentu saja. Aku pasti akan menyelesaikannya setelah aku selesai di sini.”

Nero menghela napasnya. Ia melepaskan pelukan Jaune, “Jadi, kau tidak akan pulang sekarang?”

Jaune menggelengkan kepalanya dengan sedih, “Maaf ya, Nero.”

Nero membalikkan tubuhnya, lalu terbang begitu saja meninggalkan Jaune tanpa mengucapkan apa pun.